Rabu, 24 Januari 2018

Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya

Sobat Gus Dur yang di rahmati Allah, Gus Dur memang sudar pulang kerahmat Allah namun perjuangan dan idiologi beliau selalu hidup dengan ajaran-ajarannya yang selalu kita ikuti bersama. Kehumanisan dan kegigihan beliau dalam menjaga NKRI yang begitu iklas serta tidak pernah goyah akan kedudukan dan kekuasaan dapat tercermin dalam keadaan beliau yang rela melepaskan jabatan kePresidenan pada waktu itu.Tidak akan pernah habis jika kita membicarakan tingkah pola Gus Dur dari yang nyeleh dan aneh sampai dengan yang logis dan ilmiah.Kecerdasan dan ketajaman pikirnya tidak semua orang bisa menandinginya.Hafalan yang begitu kuat dan ilmu yang begitu luas seakan selalu menyemat dalam dirinya.

Gus Dur memang tokoh dan guru bangsa yang patutu untuk kita kenang dan hormati, perjalanan beliau selalu membawa kesan tersendiri. Lihat saja Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya ini yang begitu mengesnakan, peristiwa yang patut untuk kita kenang dan tidak kita lupakan begitu saja. Dalam dakwah dan perjalanannya sering kali orang kurang melihat Gus Dur dari sisi ulama salaf yang mempuni, beliau lebih dilihat dari tokoh pluralisme yang menjunjung tinggi ke beragaman sesuai dengan Kebinikaan kita sebagai negara Pancasila. Saat anda melihat Gus Dur dari dunia pesantren maka anda akan tahu bahwa Gus Dur merupakan tokkoh yang mempuni dibidang keagamaan berbagai kitab mampu beliau hafal beserta sanand lengkapnya.Serta ke zuhudan yang melekat dalam dirinya pun dapat kita temukan dalam kehidupan kesehariannya.

Sehingga tidak heran jika Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya tidka pernah dilupakan oleh generasi berikutnya. Namun sayang bagi kelompok yang kurnag menyukai Gus Dur beliau cuma dipandang sebelah maka sebagai orang yang penuh kekurangan fisik saja. Namun jika orangitu mau membuka dengan pikiran jernihnya maka kelebihan dan ke pandian beliau belum tentu bisa ia tandingi. Dan jika kurnag percaya atau kurang mengenal akan Gus Dur silahkan untuk baca profil perjalanan beliau ini melalui Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya semoga anda mendapat jawaban dari ketidak sukaan anda. Selamat membaca:

Kajian Fiqih Wanita kitab Risalatul Makhid Pengertian Turuwul Mani (datangnya mani) dan Zawalul Mani (hilangnya mani) serta Penjelasan lengkapnya


Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya
Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya

Benangmerahdasi
 
-Kajian Fiqih Wanita

Kitab   : Risalatul Mahidh
Bagian : 06
Oleh    : Lia Maziyyah

بسم الله الرحمن الرحيم

TURUWWUL MANI’ (طروّ المانع)

Turuwwul mani’ yaitu datangnya mani’ atau sesuatu keadaan yang bisa mencegah kebolehan seseorang tidak bisa melakukan kewajiban sholat.

Sedang mani’ussholat sendiri ada 7 jumlahnya:

1. Keadaan sebagai kafir asli / menjadi kafir semenjak baru lahir tidak berkewajiban melakukan sholat. Adapun murtad yaitu orang orang yang keluar dari agama islam tetap berkewajiban sholat, meskipun sholat yang dilakukan tidak sah kecuali dirinya kembali lagi ke dalam agama islam.

2.  Keadaan masih sebagai anak kecil. Anak adam yang keadaannya masih kecil itu tidak berkewajian melakukan sholat, namun tetap sah hukumnya jika ia melakukan sholat

3.  Gila

4.  Ayan/pingsan

5.  Mabuk yang tidak dibuat-buat, maka orang yg sengaja membuat dirinya mabuk seperti dengan meminum bir ia tetap berkewajiban melakukan sholat

6.  Haidh

7.  Nifas

Dari ke 7 mani’ussholat tersebut yang masuk dalam pembahasan turuwwul mani’ hanya ada 5 yaitu selain keadaan sebagai kafir asli/kafir dari semenjak lahir dan sifat sobiy/masih kecil. Dikarenakan kedua mani’ ini tidak memiliki kemungkinan turuw/muncul/mengenai seseorang sehingga sholatnya menjadi tercegah.

Seseorang yang kedatangan mani’ussholat yang 5 (gila, ayan, mabok, haidh, nifas) setelah memasuki waktu sholat sedangkan dirinya belum melaksanakan sholat, yang mana orang tersebut menemui kadar waktu untuk melakukan sholat fardhu sampai selesai, maka orang tersebut wajib mengqodho sholat yang belum dilakukan tadi setelah suci, ini berlaku jika orang tersebut adalah orang yg bisa melakukan wudhu sebelum waktu sholat, dalam artian bukan seperti daimul hadats yg ketika wudhu harus memasuki waktu.

Adapun jika orang tersebut adalah seorang yg daimul hadats yang mana wudhunya harus setelah memasuki waktu maka diwajibkan mengqodho sholat jika orang tersebut menemui kadar untuk sesuci dan melakukan sholat sampai selesai.

Jelasnya seperti ini:

Zainab mengalami haidh setelah memasuki waktu dzuhur, sedangkan dirinya belum sempat melakukan sholat, maka:

=> Jika zainab adalah orang yang bisa melakukan wudhu sebelum waktunya (bukan daimul hadats seperti sedang istihadhoh atau beser karena syarat wudhunya orang yang daimul hadats adalah masuk waktu sholat) maka syarat diwajibkannya qodho sholat untuk zainab adalah ketika ia menemui kadar waktu untuk melakukan sholat sampai selesai, jika tidak maka tidak wajib qodho.

Seperti masuk dzuhur pukul 12.00, zainab jatuh haidh pukul 12.07, dan waktu yang dibutuhkan zainab untuk sholat dzuhur 4 rokaat sampai selesai itu tidak lebih dari 7 menit, maka disini wajib qodho sholat.

=> Jika zainab adalah orang yang tidak bisa melakukan wudhu sebelum masuk waktu dalam artian seperti dirinya sedang istihadhoh, maka syarat diwajibkannya qodho sholat untuk zainab adalah ketika ia menemui kadar waktu untuk sesuci dan melakukan sholat sampai selesai, jika tidak maka tidak wajib qodho.

Seperti masuk dzuhur pukul 12.00, zainab jatuh haid pukul 12.15, sedang waktu yang dibutuhkan zainab untuk melakukan sesuci + sholat dzuhur 4 rokaat sampai selesai sekitar 12 menit maka disini zainab tetap wajib qodho sholat, kecuali zainab jatuh haidh 12.05 dan waktu 5 menit untuk zainab tidak cukup untuk melakukan sesuci dan sholat maka tidak ada kewajiban qodho untuk zainab.
Referensi:

حاشية البجيرمي على الخطيب ج ١ ص ٤١٢:
فلوْ حَاضَتْ أَوْ نَفِسَتْ أَوْ جُنَّ أَوْ أُغْمِيَ عَلَيْهِ أَوَّلَ الْوَقْتِ وَجَبَتْ تِلْكَ الصَّلَاةُ إنْ أَدْرَكَ مَنْ ذُكِرَ قَدْرَ الْفَرْضِ أَخَفَّ مَا يُمْكِنُ، وَإِلَّا فَلَا وُجُوبَ فِي ذِمَّتِهِ لِعَدَمِ التَّمَكُّنِ مِنْ فِعْلِهَا.
______________________
قَوْلُهُ: (وَلَوْ حَاضَتْ إلَخْ) هَذَا شُرُوعٌ فِي وَقْتٍ يُسَمَّى وَقْتَ الْإِدْرَاكِ وَهُوَ مَا إذَا طَرَأَتْ الْمَوَانِعُ فِي الْوَقْتِ بَعْدَ دُخُولِهِ فَإِنْ كَانَ طُرُوُّهَا بَعْدَ أَنْ أَدْرَكَ قَدْرَ الصَّلَاةِ لَزِمَتْ وَإِلَّا فَلَا. وَالْمَوَانِعُ الَّتِي يُمْكِنُ طُرُوُّهَا خَمْسَةٌ مَا عَدَا الْكُفْرِ الْأَصْلِيِّ وَالصِّبَا. وَهَذَا أَعْنِي قَوْلَهُ: وَلَوْ حَاضَتْ إلَخْ عَكْسُ مَا قَبْلَهُ وَلَا يَتَأَتَّى هُنَا طَرَيَانُ بَقِيَّةِ الْمَوَانِعِ كَالصِّبَا وَالْكُفْرِ كَمَا عَلِمْت.

وَاعْلَمْ أَنَّ مَوَانِعَ الْوُجُوبِ الْكُفْرُ الْأَصْلِيُّ وَالصِّبَا وَالْجُنُونُ وَالْإِغْمَاءُ وَالسُّكْرُ وَالْحَيْضُ وَالنِّفَاسُ، وَأَمَّا الرِّدَّةُ فَلَا تَمْنَعُ الْوُجُوبَ؛ لِأَنَّ الْمُرْتَدَّ تَجِبُ عَلَيْهِ وُجُوبَ مُطَالَبَةٍ، وَهَذِهِ الْمَوَانِعُ كَمَا تَمْنَعُ الْوُجُوبَ تَمْنَعُ الصِّحَّةَ إلَّا الصِّبَا، فَإِنَّهُ يَمْنَعُ الْوُجُوبَ لَكِنْ لَا يَمْنَعُ الصِّحَّةَ.
قَوْلُهُ: (أَوَّلَ الْوَقْتِ) أَيْ بَعْدَ مُضِيِّ زَمَنٍ يَسَعُ الصَّلَاةَ وَالطُّهْرَ الَّذِي لَا يَصِحُّ تَقْدِيمُهُ لِأَجْلِ قَوْلِهِ إنْ أَدْرَكَ مَنْ ذُكِرَ قَدْرَ الْفَرْضِ إلَخْ. وَالْأَوْلَى أَنْ يَقُولَ فِي أَثْنَاءِ الْوَقْتِ لِيَشْمَلَ مَا ذَكَرَ.

قَوْلُهُ: (إنْ أَدْرَكَ مَنْ ذُكِرَ) أَيْ الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ وَالْمَجْنُونُ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ.
قَوْلُهُ: (قَدْرَ الْفَرْضِ) أَيْ قَبْلَ عُرُوضِ الْمَوَانِعِ، وَلَا يُشْتَرَطُ إدْرَاكُ زَمَنِ طَهَارَةٍ يَصِحُّ تَقْدِيمُهَا كَوُضُوءِ السَّلِيمِ كَمَا قَالَهُ ق ل.
Baca Juga: Kajian Kitab Risalatul Makhidh Tentang hal-hal yang di haramkan bagi wanita haidh
ZAWALUL MANI’ (زوال المانع)

Zawalul mani’ yaitu hilangnya mani’ atau sesuatu yang bisa mencegah kebolehan seseorang melakukan kewajiban sholat, yang mana mani’ tersebut jumlahnya ada 7 dan sudah dijelaskan di atas.

=> Ketika mani’ussholat yang jumlahnya 7 itu hilang/pergi dari seseorang masih di dalam waktu sholat, dimana dari waktu sholat tersebut tersisa kadar untuk melakukan takbirotul ihrom, maka orang tersebut wajib untuk mengqodho sholat yang sisa waktunya sempat ditemuinya tadi meskipun sekadar takbirotul ihrom, dan jika sholat tersebut ternyata bisa dijamak dengan sholat sebelumnya maka ia juga wajib menjamaknya.

Jelasnya seperti ini:

Hindun yang sedang haidh akhirnya darahnya mampet/berhenti pada pukul 17.57 sedang masuk waktu maghrib (berakhirnya sholat ashar) pada pukul 18.00 maka disini hindun berkewajiban untuk mengqodho sholat ashar tersebut dikarenakan menemui kadar waktu yang bisa untuk melakukan takbirotul ihrom dari sholat ashar tersebut. Dan karena sholat ashar bisa di jamak dengan dzuhur , maka dzuhurnya juga wajib di qodho.

√ Dan semisal mani’ hilang di akhir waktu sholat ashar namun kemudian datang lagi di waktu maghribnya yg mana waktu tersebut cukup untuk kadar melakukan sholat maghrib sampai selesai maka yang wajib diqodho hanya maghribnya.
Seperti seorang wanita mampet haidh di akhir ashar menjelang maghrib kemudian setelah masuk maghrib datang mani’ lagi semisal pingsan berjam-jam sampai keluar waktu maghrib, maka yg wajib diqodho hanya maghribnya saja.

√ Adapun jika mampet di waktu sholat yang tidak bisa di jamak dengan waktu sebelumnya maka tidak ada kewajiban menjamak sholat sebelumnya tersebut, seperti darah mampet di waktu sholat maghrib maka tidak ada kewajiban mengqodho sholat ashar.

√ Pengingat: Perbedaan mendasar pada turuwwul mani’ dan zawalul mani’ yaitu:

~ Pada turuwwul’ mani’ ketika mani’ datang di waktu sholat yg bisa dijamak dengan sholaf sesudahnya semisal datang mani’ di waktu dzuhur dan belum sempat melakukan sholat dzuhur maka ia tidak berkewajiban mengqodho sholat ashar juga meskipun sholat dzuhur bisa dijamak dg ashar.

~ Pada zawalul mani’ ketika mani’ hilang di waktu sholat yg bisa dijamak dg sholat sebelumnya maka sholat yg bisa dijamak tersebut juga wajib diqodho semisal hilang mani’ di waktu ashar maka dzuhurnya juga wajib diqodho karena bisa dijamak dengan ashar.

Referensi:

:الفقه على المذاهب الأربعة ج ١ ص ٤٤٥
الشافعية قالوا: إن استمر الجنون وقتاً كاملاً، فلا يجب على المجنون قضاء الصلاة إن كان جنونه بلا تعد منه، وإلا وجب القضاء، ومثل المجنون في ذلك السكران غير المتعدي والمغمى عليه؛ أما إذا طرأ الجنون ونحوه، كالحيض بعد أن مضى من أول الوقت ما يسع الصلاة وطهرها بأسرع ما يمكن، فإنه يجب قضاء الصلاة، *وإذا ارتفع العذر وكان الباقي من الوقت قدر تكبيرة الإحرام فأكثر وجب قضاء تلك الصلاة مع ما قبلها إن كانت تجمع معها، كالظهر مع العصر، بشرط أن يستمر ارتفاع العذر زمناً متصلاً يسع الطهر والصلاتين زيادة على ما يسع الصلاة المؤداة وطهرها
هذا إذا كان الطهر بالوضوء

سلم المناجاة شرح سفينة الصلاة للحضريمي ص ١٠١-١٠٢:
واذا زالت الموانع بان انقطع الحيض والنفاس ولم يعد الدم وزوال الصبا والكفر الاصلي والجنون والاغماء والسكر فان كان اي انقطاع الموانع في وقت لا يصلح لجمع الصلاة مع ما قبلها بان كان في وقت الصبح او الظهر او المغرب ولو بقي منه اي الوقت قدر ما يسع الله اكبر للتحرم وجب قضاء ذلك الفرض ان بقي الشخص سليما من الموانع زمنا يسع اخف ممكن منه ومن شروطه وهو الطهر عن الحدث والخبث فلو ادرك ركعة آخر العصر مثلا فعاد المانع بعد ما يسع المغرب وجبت المغرب فقط. الى ان قال… وان كان اي انقطاع الموانع فى وقت يصلح لجمع الصلاة مع قبلها بان كان فى وقت العصر او العشاء ولو بقي منه اي الوقت قدر ما يسع الله اكبر وجب قضاء ذلك الفرض والذي قبله وهو الظهر والمغرب لاتحاد الوقتين فى العذر ففي الضرورة اولى

و الله اعلم بالصواب.....................

Bersambung..

DASI Dagelan Santri Indoneisa

Judul Artikel lain:


Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya

Judul artikel terkait :Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya
Alamat link terkait :Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Kajian Fiqih Wanita Pengertian Turuwul Mani dan Zawalul Mani Serta Penjelasannya

0 komentar:

Posting Komentar