Pelawak Cak Lontong mengaku lahir dalam tradisi NU. Pada masa kecilnya, dia kerap mengikuti tahlilan yang diadakan tetangganya. Bahkan ia juga pernah mengikuti tradisi zikir wida. Pada masa SMA dia juga pernah membordir topinnya dengan logo NU.
“Dulu saya punya topi banyak tak bordir. Topiku dulu tak bordir NU kalau zaman SMA. Kuliah topiku masih bordiran NU. Kecil di kampung tahlilan ikut, dzikir wida,” ungkapnya sebelum tampil di peringatan Harlah NU ke-91 di gedung PBNU, Jakarta, pada Selasa (31/1).
Ia mengaku kerasan ketika bergaul dengan orang-orang NU. Menurutnya,
“Nyantai, tidak ribet. Terus budayanya itu kental. Misalnya acara gini kan harlah NU, ulang tahun, nyantai aja peringatannya, walaupun Nahdliyin pada datang rame, tidak perlu nyari gedung harus penuh. Enak, ya nyantai,” jelas pria bernama asli Lies Hartono.
Ia berpendapat, orang NU itu bisa mengurusi dirinya sendiri sehingga tidak merepotkan. Contohnya, jika datang pada suatu acara, orang NU tidak mau merepotkan tuan rumahnya.
Ia menyebutkan contoh persinggungan dengan orang NU tersebut dengan Ketua PBNU H Syaifullah Yusuf (Wakil Gubernur Jawa Timur) juga Ketua PBNU M. Nuh yang pernah menjadi rektor di kampus Cak Lontong, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Ia juga mengaku salah seorang yang menyukai KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada tahun 1994, ketika ia mahasiswa, ada Muktamar NU di Cipasung. Ia waktu itu pada posisi mendukung Gus Dur yang dijegal menjadi Ketua Umum PBNU melalui Abu Hasan.
Ketika ditanya apakah ia memperkenalkan NU kepada anak-anaknya, menurutnya tidak. Namun mereka, anak-anaknya itu, tahu tentang NU.
“Walaupun tak jadi pengurus, tapi follower, tahu,” katanya. (Abdullah Alawi)
Sumber : nu.or.id
0 komentar:
Posting Komentar