Jumat, 25 Maret 2016

Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah

Sobat Gus Dur yang di rahmati Allah, Gus Dur memang sudar pulang kerahmat Allah namun perjuangan dan idiologi beliau selalu hidup dengan ajaran-ajarannya yang selalu kita ikuti bersama. Kehumanisan dan kegigihan beliau dalam menjaga NKRI yang begitu iklas serta tidak pernah goyah akan kedudukan dan kekuasaan dapat tercermin dalam keadaan beliau yang rela melepaskan jabatan kePresidenan pada waktu itu.Tidak akan pernah habis jika kita membicarakan tingkah pola Gus Dur dari yang nyeleh dan aneh sampai dengan yang logis dan ilmiah.Kecerdasan dan ketajaman pikirnya tidak semua orang bisa menandinginya.Hafalan yang begitu kuat dan ilmu yang begitu luas seakan selalu menyemat dalam dirinya.

Gus Dur memang tokoh dan guru bangsa yang patutu untuk kita kenang dan hormati, perjalanan beliau selalu membawa kesan tersendiri. Lihat saja Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah ini yang begitu mengesnakan, peristiwa yang patut untuk kita kenang dan tidak kita lupakan begitu saja. Dalam dakwah dan perjalanannya sering kali orang kurang melihat Gus Dur dari sisi ulama salaf yang mempuni, beliau lebih dilihat dari tokoh pluralisme yang menjunjung tinggi ke beragaman sesuai dengan Kebinikaan kita sebagai negara Pancasila. Saat anda melihat Gus Dur dari dunia pesantren maka anda akan tahu bahwa Gus Dur merupakan tokkoh yang mempuni dibidang keagamaan berbagai kitab mampu beliau hafal beserta sanand lengkapnya.Serta ke zuhudan yang melekat dalam dirinya pun dapat kita temukan dalam kehidupan kesehariannya.

Sehingga tidak heran jika Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah tidka pernah dilupakan oleh generasi berikutnya. Namun sayang bagi kelompok yang kurnag menyukai Gus Dur beliau cuma dipandang sebelah maka sebagai orang yang penuh kekurangan fisik saja. Namun jika orangitu mau membuka dengan pikiran jernihnya maka kelebihan dan ke pandian beliau belum tentu bisa ia tandingi. Dan jika kurnag percaya atau kurang mengenal akan Gus Dur silahkan untuk baca profil perjalanan beliau ini melalui Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah semoga anda mendapat jawaban dari ketidak sukaan anda. Selamat membaca:


Gusdurfiles.com ~ Pada 20 Oktober 1999, Abdurrahman Wahid dilantik menjadi presiden RI keempat, menggantikan Bacharuddin Jusuf Habibie. Gus Dur, demikian Abdurrahman Wahid disapa, menjabat sebagai presiden di negeri yang sedang terpuruk akibat krisis ekonomi hingga berujung pada reformasi 1998 untuk menggulingkan Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Belum lagi ancaman perpecahan (disintegrasi) wilayah-wilayah kepulauan NKRI. Pada pemerintahan Habibie sebelumnya, Timor Timur lebih dulu memilih merdeka melalui jajak pendapat pada 1999. Kondisi negara diperparah dengan masalah pemberontakan di Aceh dan Papua, kerusuhan Ambon dan Poso, serta reformasi birokrasi warisan Soeharto.

Namun kebijakan-kebijakan yang diambil Gus Dur ternyata tidak selalu dianggap benar. Untuk menyelesaikan masalah ancaman disintegrasi misalnya. Seperti dikatakan Gus Dur dalam acara Kick Andy pada 2010. Dia mengunjungi 50 negara di lima benua tujuannya untuk melobi dan meyakinkan negara lain bahwa kondisi Indonesia kondusif.

Kunjungan ala Gus Dur ini dikritik berbagai pihak dan dianggap pemborosan anggaran karena ongkosnya mencapai sekitar Rp 105 miliar. Perinciannya, Rp 40 miliar untuk biaya perjalanan dan Rp 65 miliar untuk membayar tagihan sewa pesawat Garuda Indonesia. Tapi apa jawaban Gus Dur. "Tapi eksistensi Indonesia di mata Dunia harganya lebih mahal dari itu," ujarnya.

Dia menjelaskan, tugasnya sebagai presiden ketika itu adalah menjaga NKRI agar tidak terpecah belah pasca-reformasi 1998. Sebab perpecahan telah mengancam negeri ini. Oleh sebab itu, untuk menjaga negeri ini agar tetap utuh, dibutuhkan lobi-lobi dan pengakuan dari negara-negara lain di dunia. "Dan berhasil to..!!," kata Gus Dur.

Gus Dur pula yang menggagas bahwa Soeharto harus diadili, hartanya disita, lalu Soeharto dimaafkan. Hingga akhirnya, untuk pertama
kalinya, pada 30 Agustus 2000 dilaksanakan pengadilan terhadap Soeharto. Dia juga membubarkan Kementerian Sosial karena dianggap sarang koruptor, serta membubarkan Kementerian Penerangan.

Namun demikian, perjalanan roda pemerintahan Gus Dur memang sulit. Seperti ditulis Greg Barton dalam buku Biografi Abdurrahman Wahid. Selain harus menyelesaikan masalah ancaman disintegrasi, masalah krisis moneter, masalah KKN yang akut, Gus Dur juga harus berhadapan dengan lawan-lawan politik, terutama dari orang-orang Soeharto yang masih tersisa.

Kurang lebih selama 21 bulan menjabat sebagai presiden, Gus Dur harus merombak kabinet di tengah jalan. Dia juga berulang kali memecat menteri, misalnya Wiranto, Jusuf Kalla, Laksamana Sukardi, Yusril Ihza Mahendra, dan beberapa menteri lain. Bahkan dalam guyonannya, Jusuf Kalla menyebut, "Gus Dur setiap dua bulan sekali memecat menteri."

Kebijakan Gus Dur yang progresif ini tentu menjadi sasaran kritik. Apalagi, Gus Dur juga beberapa kali terlibat perseteruan dengan DPR. Bahkan hubungan Gus Dur dan DPR ini mencapai titik nadir yang berujung pada pemakzulan pada 23 Juli 2001, digantikan wakilnya Megawati Soekarnoputri.

Sebagai presiden arah pikiran Gus Dur memang dikenal sulit ditebak. Pada kurun waktu tersebut, menurut Barton, hubungan antara Gus Dur dengan banyak pihak menjadi tidak baik, misalnya dengan DPR, media, dan TNI (terutama setelah memecat Wiranto). Berbagai media di dalam maupun luar negeri ramai-ramai mengkritik Gus Dur.

Media luar negeri misalnya majalah Asiaweek dan Time. Asiaweek, pada 17 Juli memuat gambar kulit muka Gus Dur dengan keadaan sedih dan kehilangan arah. Di bawah kulit muka ada tulisan, "Terombang-ambing: Melihat ke dalam pemerintahan Indonesia yang tengah tenggelam di tangan Gus Dur."

Sedangkan majalah Time, terbitan 3 Juli memuat gambar wajah Gus Dur dengan judul tegas: "Kesulitan-Kesulitan Wahid". Sedangkan sub-judulnya berbunyi: "Visioner pada suatu saat, samar-samar pada saat yang lain, Presiden Indonesia mungkin kehilangan kendali atas negaranya yang terburuk."

Hingga bulan-bulan terakhir menjelang pelengseran, Gus Dur diterpa banyak masalah dan isu kasus korupsi. Mulai dari masalah politik, perseteruan dengan DPR, hingga dugaan kasus korupsi Buloggate dan Bruneigate (yang tidak pernah terbukti sampai kini). Puncaknya ketika Gus Dur mengeluarkan dekrit pembubaran DPR.

Hingga akhirnya pada 23 Juli 2001, Gus Dur dituntun ke depan Istana memakai celana kolor dan kaos sambil melambaikan tangan. Gus Dur dilengserkan.



Sumber :merdeka.com

Judul Artikel lain:


Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah

Judul artikel terkait :Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah
Alamat link terkait :Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Gus Dur jadi presiden ketika NKRI nyaris pecah

0 komentar:

Posting Komentar